Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Wali 7 di Bali dan Profil Habib Ali bin Umar bin Abu Bakar Bafaqih

Habib Ali bin Umar bin Abu Bakar Bafaqih dan Wali 7 Bali
Makam Habib Ali bin Umar bin Abu Bakar Bafaqih dan Wali Pitu di Bali

Liputan Indonesia || Bali, - Berikut adalah Riwayat hidup tokoh agama yang berdakwah agama Islam serta lebih dikenal dengan nama Wali 7 di Pulau Dewata seperti di pulau Jawa yaitu Wali 9.

Kisah Habib Ali bin Umar bin Abu Bakar Bafaqih yang mempunyai jasa perkembangan Islam di Pulau Bali.

Kelahiran
KH. Habib Ali Bafaqih dilahirkan dari pasangan Habib Umar dan Syarifah Nur, beliau lahir pada tahun 1890 di Banyuwangi.

Pendidikan
Menjelang usia 20 tahun, atau sekitar tahun 1910, Sayyid Ali “berlayar” ke tanah suci Mekah untuk memperdalam ilmu agamanya. Keberangkatan ke Mekah ini atas “sponsor” Haji Sanusi, ulama terkemuka di Banyuwangi pada masa itu. Beliau bermukim di Siib Ali (Mekah) lebih kurang tujuh tahun lamanya. Sepulang dari Mekah, Habib Ali kembali ke tanah air dan menambahkan ilmunya di Pondok pesantren di Jombang yang di asuh oleh Kyai Wahab Abdullah.

Selain mendalami ilmu Al Quran, di waktu mudanya beliau dikenal sebagai pendekar silat yang sangat tangguh. Jauh sebelum beliau mendirikan Pondok Pesantren “Syamsul Huda” di Loloan Barat Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana, Beliau mengajar di Madrasah Khairiyah selama setahun di daerah kelahirannya Banyuwangi. Perjalanan ke Bali beliau lakukan perjalan ini atas permintaan Datuk Kyai Haji Mochammad Said, seorang ulama besar di Loloan. Mulailah Syiar Islam berbinar di Loloan dengan makin bertambahnya ulama setingkat Kyai Sayyid Ali Bafaqih.

Mendirikan Pesantren
Baru pada tahun 1935 beliau mendirikan Pondok Pesantren Syamsul Huda yang kini telah meneteskan ribuan ulama, da’i dan ustazah. Para santri datang dari berbagai pelosok desa di tanah air. Mereka belajar membaur dengan kehidupan masyarakat Loloan yang sejak ratusan tahun lalu telah dikunjungi oleh ulama-ulama tangguh dari berbagai daerah. Tak terkecuali ulama besar dari Trengganu (Malaysia) yang meninggalkan negerinya lalu hijrah ke Loloan sekitar awal abad 19.

Wafat
KH. Habib Ali Bafaqih wafat pada tahun 1997 pada usia 107 tahun. Karena perjuangan dan kegigihanya untuk menyebarkan atau mensyiarkan agama Islam dan juga ketinggian ilmunya maka beliau dianggap sebagai salah satu “Wali Pitu” yang ada di Bali. Makam Habib Ali beralamat Jln. Nangka No. 145 di Desa Loloan Barat Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana. Beliau di makamkan di Area Pondok Pesantren Syamsul Huda.




Kini Makam beliau banyak di kunjungi atau diziarahi orang dari berbagai pelosok negeri mulai dari Jakarta, Bandung, Lampung, tak kurang dari 10 Bus pariwisata yang datang ke Loloan.

Wali Pitu Bali
Syiar Islam di Bali pada masa silam telah meninggalkan sejumlah “Karya Besar” yang pada masanya kini dapat dijadikan landasan kikih bagi syiar Islam di masa-masa yang akan datang. Kampung Loloan telah menjadi legenda syiar Islam yang tetap hidup di Bali.

Kalau di Pulau Jawa terkenal dengan sebutan Wali Songo (sembian Wali) yang merupakan penyebar Islam Di Nusantara, di Bali disebut Wali Pitu (Tujuh Wali), mereka adalah:

1. Mas Sepuh Raden Raden Amangkuningrat di Kabupaten Badung,
2. Chabib Umar bin Maulana Yusuf Al Magribi di Tabanan,
3. Chabib Ali bin abu Bakar bin Umar bin Abu Bakar Al Khamid di Klungkung,
4. Habib Ali Zaenal Abidin Al Idrus di Karangasem,
5. Syech Maulana Yusuf Al Baghdi Al Magribi di Karangasem,
6. The Kwan Lie di Buleleng, dan
7. Habib Ali Bin Umar Bin Abu Bakar Bafaqih di Jembrana.

Semoga artikel ini bisa memberikan manfaat bagi para pembaca.



Penulis : one

Post a Comment for "Sejarah Wali 7 di Bali dan Profil Habib Ali bin Umar bin Abu Bakar Bafaqih"